Nama
: Novita Diansari ( 15211250 )
Selvia
Devy Hartanti ( 16211663 )
Venezia
Amanda ( 17211254 )
Kelas
: 4EA18
BAB II
BISNIS DAN ETIKA
2.1 Mitos Bisnis Amoral
Bisnis adalah
bisnis.Beberapa ungkapan yang sering terdengar yang menggambarkan hubungan
antara bisnis dan etika sebagai dua hal yang terpisahsatu sama lain. Itulah
ungkapan yang dikemukakan oleh De George yang disebutsebagai Mitos Bisnis
Amoral.Ungkapan tersebut menggambarkan dengan jelasanggapan atau keyakinan
orang bisnis, sejauh mereka menerima mitos seperti itutentang dirinya,
kegiatannya, dan lingkungankerjanya. Secara lebih tepat, mitosbisnis amoral
mengungkapkan suatu keyakinan bahwa antara bisnis danmoralitas atau etika tidak
ada hubungan sama sekali. Bisnis dan etika adalah duahal yang sangat berbeda
dan tidak boleh dicampuradukkan.
Menurutmitosini, karena
kegiatan orang bisnis adalah melakukan bisnissebaik mungkin untuk mendapat
keuntungan, maka yang menjadi pusatperhatian orang bisnis adalah bagaimana
memproduksi, mengedarkan, menjual,dan membeli suatu barang dengan memperoleh
keuntungan. Tujuan satu-satunyaadalah mendatangkan keuntungan yang
sebesar-besarnya.
Jadi Mitos Bisnis
Amoral itu adalah mitos atau ungkapan yang menggambarkan bahwa antara bisnis
dengan moralitas atau etika tidak adahubungannya samasekali. Namun mitos ini
tidak sepenuhnya benar. Bisadikatakan demikian, karena bagi pebisnis yang
menginginkan bisnisnya lancar dan tahan lama, segi materi itu tidaklah cukup
untuk menjagasuatubisnistersebut.Dibutuhkansuatupengetahuan, pengalaman yang
luas untukdapat memperoleh atau meraih tujuan tersebut. Beberapa perusahaan
ternyatabias berhasil karena memegang teguh kode etis dan komitmen moral
tertentu.Bisnis juga bagian dari aktivitas yang penting dari masyarakat,
sehingganorma atau nilai yang dianggap baik dan berlaku dimasyarakat ikut
dibawa sertadalam kegiatan bisnis dan harus dibedakan antara legalitas dan
moralitas duniabisnis yang ketat. Perusahaan dapat mengutamakan etika bisnis,
yaitu pelakubisnis dituntut menjadi orang yang profesional di bidang usahanya.
Yang meliputi kinerja di dalam bisnis, manajemen, kondisi keuangan perusahaan,
kinerjaetis, dan etos bisnis yang baik. Perusahaan dapat mengetahui
bahwakonsumen adalah raja, dengan ini pihak perusahaan dapat menjaga
kepercayaankonsumen, meneliti lebih lanjut lagi terhadap selera dan kemauan
konsumenserta menunjukkan citra (image) bisnis yang etis dan baik.
Peranpemerintah yang menjamin kepentingan antara hak dan kewajiban bagi semua
pihak yang ada dalam pasar terbuka, dengan ini perusahaan harus menjalankan
bisnisnyadengan baik dan etis.Perusahaan modern menyadari bahwa karyawan
bukanlahtenaga yang harus di eksploitasi demi mencapai keuntungan perusahaan.
Jadidengandemikianbisadisimpulkanbahwa
:
Pertama,bisnis memang
sering diibaratkan dengan judi bahkan sudahdianggap sebagai semacam judi atau
permainan penuh persaingan yang ketat.Tidak sepenuhnya bisnis sama dengan judi
atau permainan. Dalam bisnis orang dituntut untuk berani bertaruh, berani
mengambl resiko, berani berspekulasi, danberani mengambil langkah atau strategi
tertentu untuk bisaberhasil. Namun tidakbias disangkal juga bahwa yang
dipertaruhkan dalam bisnis tidak hanyamenyangkut barang atau material. Dalam
bisnis orang mempertaruhkan dirinya, nama baiknya, seluruh hidupnya, keluarga,
hidup serta nasib manusia padaumumnya. Maka dalam bisnis orang bisnis tidak
sekedar main-main, kalaupunitu adalah permainan, ini sebuah permainan penuh
perhitungan. Karena itu orang bisnis memang perlu menerapkan cara dan strategi
yang tepat untuk bias berhasilkarena taruhan yang besar tadi dan harus
diperhitungkan secara matang sehinggatidak sampai merugikan orang atau pihak
lain dan agar pada akhirnya juga tidaksampai merugikan dirinya sendiri.
Kedua, dunia bisnis
mempunyai aturan main sendiri yang berbeda samasekali dari aturan yang berlaku
dalam kehidupan social pada umumnya. Bisnisadalah fenomena modern yang tidak
bias dipisahkan dari masyarakat. Bisnisterjadi dan berlangsung dalam masyarakat. Itu artinya norma atau nilai yang
dianggap yang dianggap baik dan berlaku dalam kehidupan pada umumnya mautidak
mau dibawa serta dalam kegiatan dan kehidupan bisnis seorang pelakubisnis
sebagai manusia.
Ketiga, harus dapat
membedakan antara Legalitas dan Moralitas.Legalitas dan Moralitas berkaitan
satu sama lain tapi tidak identik. Hukummemang mengandalkan Leglitas dan
Moralitas, tetapi tidak semua hokumdengan Legalitas yang baik ada unsure
Moralitasnya. Contohnya praktekmonopoli. Maka monopoli adalah praktek yang
secara legal diterima dandibenarkan, secara moral praktek ini harus ditentang
dan dikutuk, dan memangditentang dan dikutuk oleh masyarakat sebagai praktek
yang tidak adil, tidak fair, dan tidak etis. Orang bisnis juga menentang
praktek tersebut. Inimenunjukkan bahwa orang bisnis pun sadar dan menuntut
perlunya praktekbisnis yang etis, terlepas dari apakah praktek itu didasarkan
pada aturan hokumbisnis atau tidak.
Keempat, etika harus
dibedakan melalui ilmu empiris. Ilmu empirisdiibaratkan ilmu pasti seperti
matematika, suatu kenyataan bias dijadikanpatokan dalam pembuatan keputusan
selanjutnya. Namun lain halnya denganetika. Etika memang melihat kenyataan
sebagai pengambilan keputusan danperbedaannya terletak pada unsur-unsur
pertimbangan lain dalam pengambilankeputusan.
Kelima, gerakan dan
aksi seperti lingkungan hidup, konsumen, buruh, wanita, dan semacamnya dengan
jelas menunjukkan bahwa masyarkat tetapmengharapkan agar bisnis dijalankan
secara etis dengan memperhatikan masalahlingkungan hidup, hak konsumen, hak
buruh, hak wanita. Dan sebagai manusia yang bermoral, para pelaku bisnis juga
sesungguhnya tidak mau merugikanmasyarakat atau konsumen sebagaimana dia
sendiri sebagai konsumen tidakingin dirugikan oleh produsen manapun.
Maka ini semua berarti
omong kosong jika dikatakan bisnis tidak punya sangkutpautnya dengan etika.
2.2 Keutamaannya Etika
Bisnis
1. Dalam bisnis modern,
para pelaku bisnis dituntut untuk menjadi orang-orang profesional di bidangnya.
Perusahaan yang unggul bukan hanya memiliki kinerja dalam bisnis,manajerial dan
finansial yang baik akan tetapi juga kinerja etis dan etos bisnis yang baik.
2. Dalam persaingan
bisnis yang sangat ketat,maka konsumen benar-benar raja Kepercayaan konsumen
dijaga dengan memperlihatkan citra bisnis yang baik dan etis.
3. Dalam sistem pasar
terbuka dengan peran pemerintah yang menjamin kepentingan dan hak bagi semua
pihak, maka perusahaan harus menjalankan bisnisnya dengan baik dan etis
2.3 Sasaran dan Lingkup
Etika Bisnis
1. Etika bisnis bertujuan
untuk menghimbau pelaku bisnis agar menjalankan bisnisnya secara baik dan etis
2. Untuk menyadarkan
masyarakat khususnya konsumen, buruh atau karyawan dan masyarakat luas akan hak
dan kepentingan mereka yang tidak boleh dilanggar oleh praktek bisnis siapapun
juga
3. Etika bisnis juga
berbicara mengenai sistem ekonomi yang sangat menentukan etis tidaknya suatu
praktek bisnis
2.4 Prinsip-Prinsip
Etika Bisnis
1. Prinsip otonomi
Otonomi adalah sikap
dan kemampuan manusia untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan
kesadaran sendiri tentang apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan.
2. Prinsip Kejujuran
a. Kejujuran dalam
pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan kontrak
b. Kejujuran dalam
penawaran barang dan jasa dengan mutu dan harga sebanding
c. Kejujuran dalam
hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan
3. Prinsip Keadilan
Prinsip keadilan
menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama sesuai dengan aturan yang
adil dan sesuai dengan kriteria yang rasional objektif dan dapat dipertanggung
jawabkan
2.5 Prinsip Utama Etika
Bisnis
Pertama, Kejujuran. Ini
ad alah landasan dari kepercayaan, kepercayaan adalah landasan dari bisnis yang
sehat. Salah satu figure yang jelas adalah Nabi Muhammad SAW yang menjadi
pedagang yang maju karena menjunjung tinggi kejujuran.
“Memang ada kalanya
ketidakjujuran menghasilkan keuntungan, namun hanya sesaat, tidak bisa
terus-menerus, maka kejujuran dan kepercayaan adalah yang utama,” ujar
Boediono.
Kedua, taat kepada
hukum dan aturan di suatu negara. Ini perlu dipenuhi, salah satunya adalah
membayar pajak. Ketiga, bersedia untuk berbagi. Meski ada persaingan, tidak
berarti harus saling menuduh. Menang dalam bisnis, bukan berarti membunuh
lawan.
“Menang untuk
mendapatkan sesuatu. Memang kalau sudah saling membunuh, lingkungannya lain.
Kompetisi yang sehat contohnya adalah olahraga. Kalau kalah, kalau diikuti
sebenarnya adalah sama-sama mendapatkan kemenangan dalam kompetisi yang sehat,”
ungkap Boediono.
Keempat, menjaga
lingkungan hidup. Jika pebisnis peduli pada bisnisnya, maka mereka harus peduli
pada lingkungan dan masyarakat di sekitarnya. Sebab itu menyangkut generasi
yang akan datang. “Terakhir adalah CSR (Tanggung jawab perusahaan kepada
masyarakat) untuk memberikan manfaat kepada masyarakat sekelilingnya,” ujar
Boediono.
2.6 Etos Kerja
Menurut Gregory (2003)
sejarah membuktikan negara yang dewasa ini menjadi negara maju, dan terus
berpacu dengan teknologi/informasi tinggi pada dasarnya dimulai dengan suatu
etos kerja yang sangat kuat untuk berhasil. Maka tidak dapat diabaikan etos
kerja merupakan bagian yang patut menjadi perhatian dalam keberhasilan suatu
perusahaan, perusahaan besar dan terkenal telah membuktikan bahwa etos kerja
yang militan menjadi salah satu dampak keberhasilan perusahaannya. Etos kerja
seseorang erat kaitannya dengan kepribadian, perilaku, dan karakternya. Setiap
orang memiliki internal being yang merumuskan siapa dia. Selanjutnya internal
being menetapkan respon, atau reaksi terhadap tuntutan external. Respon
internal being terhadap tuntutan external dunia kerja menetapkan etos kerja
seseorang (Siregar, 2000 : 25)
Etos berasal dari
bahasa yunani ethos yakni karakter, cara hidup, kebiasaan seseorang,
motivasiatau tujuan moral seseorang serta pandangan dunia mereka, yakni
gambaran, cara bertindak ataupun gagasan yang paling komprehensif mengenai
tatanan. Dengan kata lain etos adalah aspek evaluatif sebagai sikap mendasar
terhadap diri dan dunia mereka yang direfleksikan dalam kehidupannya (Khasanah,
2004:8).
Menurut Geertz (1982:3)
Etos adalah sikap yang mendasar terhadap diri dan dunia yang dipancarkan hidup.
Sikap disini digambarkan sebagai prinsip masing-masing individu yang sudah
menjadi keyakinannya dalam mengambil keputusan .
Menurut kamus Webster,
etos didefinisikan sebagai keyakinan yang berfungsi sebagai panduan tingkah
laku bagi seseorang, sekelompok, atau sebuah institusi (guiding beliefs of a
person, group or institution).
Menurut Usman Pelly
(1992:12), etos kerja adalah sikap yang muncul atas kehendak dan kesadaran
sendiri yang didasari oleh sistem orientasi nilai budaya terhadap kerja. Dapat
dilihat dari pernyataan di muka bahwa etos kerja mempunyai dasar dari nilai
budaya, yang mana dari nilai budaya itulah yang membentuk etos kerja
masing-masing pribadi.
Etos kerja dapat
diartikan sebagai konsep tentang kerja atau paradigma kerja yang diyakini oleh
seseorang atau sekelompok orang sebagai baik dan benar yang diwujudnyatakan
melalui perilaku kerja mereka secara khas (Sinamo, 2003,2).
Menurut Toto Tasmara,
(2002) Etos kerja adalah totalitas kepribadian dirinya serta caranya
mengekspresikan, memandang, meyakini dan memberikan makna ada sesuatu, yang
mendorong dirinya untuk bertindak dan meraih amal yang optimal sehingga pola
hubungan antara manusia dengan dirinya dan antara manusia dengan makhluk
lainnya dapat terjalin dengan baik. Etos kerja berhubungan dengan beberapa hal
penting seperti:
a. Orientasi ke masa
depan, yaitu segala sesuatu direncanakan dengan baik, baik waktu, kondisi untuk
ke depan agar lebih baik dari kemarin.
b. Menghargai waktu
dengan adanya disiplin waktu merupakan hal yang sangat penting guna efesien dan
efektivitas bekerja.
c. Tanggung jawab,
yaitu memberikan asumsi bahwa pekerjaan yang dilakukan merupakan sesuatu yang
harus dikerjakan dengan ketekunan dan kesungguhan.
d. Hemat dan sederhana,
yaitu sesuatu yang berbeda dengan hidup boros, sehingga bagaimana pengeluaran
itu bermanfaat untuk kedepan.
e. Persaingan sehat,
yaitu dengan memacu diri agar pekerjaan yang dilakukan tidak mudah patah
semangat dan menambah kreativitas diri.
Secara umum, etos kerja
berfungsi sebagai alat penggerak tetap perbuatan dan kegiatan individu sebagai
seorang pengusaha atau manajer. Menurut A. Tabrani Rusyan, (1989) fungsi etos
kerja adalah:
(a) pendorang timbulnya
perbuatan
(b) penggairah dalam
aktivitas
(c) penggerak, seperti;
mesin bagi mobil, maka besar kecilnya motivasi yang akan menentukan cepat
lambatnya suatu perbuatan.
Cara Menumbuhkan Etos
Kerja :
1. Menumbuhkan sikap
optimis :
- Mengembangkan
semangat dalam diri
- Peliharalah sikap
optimis yang telah dipunyai
- Motivasi diri untuk
bekerja lebih maju
2. Jadilah diri anda
sendiri :
- Lepaskan impian
- Raihlah cita-cita
yang anda harapkan
3. Keberanian untuk
memulai :
- Jangan buang waktu
dengan bermimpi
- Jangan takut untuk
gagal
- Merubah kegagalan
menjadi sukses
4. Kerja dan waktu :
- Menghargai waktu
(tidak akan pernah ada ulangan waktu)
- Jangan cepat merasa
puas
5. Kosentrasikan diri
pada pekerjaan :
- Latihan
berkonsentrasi
- Perlunya beristirahat
6. Bekerja adalah
sebuah panggilan Tuhan(Khasanah, 2004)
Aspek Kecerdasan yang
Perlu Dibina dalam Diri, untuk Meningkatkan Etos Kerja :
1. Kesadaran : keadaan
mengerti akan pekerjaanya.
2. Semangat : keinginan
untuk bekerja.
3. Kemauan : apa yang
diinginkan atau keinginan, kehendak dalam bekerja.
4. Komitmen :
perjanjian untuk melaksanakan pekerjaan (janji dalam bekerja).
5. Inisiatif : usaha
mula-mula, prakarsa dalam bekerja.
6. Produktif : banyak
menghasilkan sesuatu bagi perusahaan.
7. Peningkatan :
proses, cara atau perbuatan meningkatkan usaha, kegiatan dan sebagainya dalam
bekerja.
8. Wawasan : konsepsi
atau cara pandang tentang bekerja.(Siregar, 2000, p.24)
2.7 Realisasi Moral
Bisnis
Tiga pandangan yang
dianut, yaitu:
a. Norma etis berbeda
antara satu tempat dengan tempat yang lain.
b. Norma sendirilah
yang paling benar dan tepat.
c. Tidak ada norma
moral yang perlu diikuti sama sekali.
2.8
Pendekatan-Pendekatan Stockholder
a. Kelompok primer
Yaitu pemilik modal,
saham, kreditor, karyawan, pemasok, konsumen, penyalur dan pesaing atau
rekanan.
b. Kelompok Sekunder
Yaitu pemerintah setempat,
pemerintah asing, kelompok social, media massa, kelompok pendukung, dan
masyarakat
BAB III
ETIKA UTILITARIANISME
DALAM BISNIS
3.1. Kriteria dan Prinsip Etika Utilitarianisme
Ada tiga kriteria objektif
dijadikan dasar objektif sekaligus norma untuk menilai kebijaksanaan atau
tindakan.
a. Manfaat : bahwa kebijkaan atau tindakan
tertentu dapat mandatangkan manfaat atau kegunaan tertentu.
b. Manfaat terbesar : sama halnya seperti
yang di atas, mendatangkan manfaat yang lebih besar dalam situasi yang lebih
besar. Tujuannya meminimisasikan kerugian sekecil mungkin.
c. Pertanyaan mengenai menfaat : manfatnya
untuk siapa? Saya, dia, mereka atau kita.
Kriteria yang sekaligus
menjadi pegangan objektif etika Utilitarianisme adalah manfaat terbesar bagi
sebanyak mungkin orang.
Dengan kata lain, kebijakan atau
tindakan yang baik dan tepat dari segi etis menurut Utilitarianisme adalah
kebijakan atau tindakan yang membawa manfaat terbesar bagi sebanyak mungkin
orang atau tindakan yang memberika kerugian bagi sekecil orang / kelompok
tertentu.
Atas dasar ketiga Kriteria
tersebut, etika utilitarianisme memiliki tiga pegangan yaitu:
1. Tindakan yang baik dan tepat secara moral
2. Tindakan yang bermanfaat besar
3. Manfaat yang paling besar untuk paling
banyak orang.
Dari ketiga prinsip di atas dapat
dirumuskan sebagai berikut :
“Bertindaklah
sedemikian rupa, sehingga tindakan itu mendatangkan keuntungan sebesar mungkin
bagi sebanyak orang mungkin”.
3.2. Nilai Positif Etika Utilitarianisme
a. Rasionlitasnya
Prinsip moral yang
diajukan oleh etika ultilitarinisme tidak didasarakan pada aturan – aturan kaku yang mungkin
tidak kita pahami.
b. Universalitas
Mengutamakan manfaat
atau akibat baik dari suatu tindakan bagi banyak orang yang melakukan tindakan itu.
Dasar pemikirannya adalah bahwa
kepentingan orang sama bobotnya. Artinya yang baik bagi saya, yang baik juga
bagi orang lain.Will Kymlicka, menegaskan bahwa etika ultilitarinisme mempunyai
2 daya tarik yaitu :
a. Etika utilitarinisme sejalan dengan
instuisi moral semua manusia bahwa kesejahterahan manusi adalah yang paling
pokok bagi etika dan moralitas
b. Etika ultilitarinisme sejalan dengan
instuisi kita bahwa semua kaidah moral dan tujuan tindakan manusia harus
dipertimbangkan, dinilai dn diuji berdsarkan akibatnya bagi kesejahterahan
manusia.
3.3. Utilitarianisme Sebagai Proses dan Standar
Penilaian
Etika ultilitarianisme juga dipakai
sebagai standar penilaian bagi tindakan atau kebijakan yang telah dilakukan.
Keriteria – keriteria di atas dipakai sebagai penilai untuk mengetahui apakah
tindakan atau kebijakan itu baik atau tidk untuk dijalankan. Yang paling pokok
adalah tindakan atau kebijakan yang
telah terjadi berdasarkan akibat dan konsekuensinya yaitu sejauh mana ia
menghasilkan hasil terbaik bagi banyak orang.
Sebagai penilaian atas
tindakan atau kebijakasanaan yang sudah terjadi, criteria etika ultilitarinisme
dapat juga sekligus berfungsi sebagai sasaran atau tujuan ketika kebijaksanaan
atau program tertentu yng telah dijalankan itu akan direvisi.
3.4. Analisa Keuntungan dan Kerugian
Etika ultilitarinisme sangat cocok
dipakai untuk membuat perencanaan dan evaluasi bagi tindakan atau kebijakan
yang berkaitan dengan orang banyak. Dipakai secara sadar atau tidaak sadar
dalam bidang ekonomi, social, politik yang menyangkut kepentinagan orang
banyak.
3.5. Kelemahan Etika Utilitarianisme
a. Manfaat merupakan sebuah konsep yang
begitu luas sehingga dalam praktiknya malah menimbulkan kesulitan yang tidak
sedikit. Kaarena manfaat manusia berbeda yang 1 dengan yanag lainnya.
b. Persoalan klasik yang lebih filosofis adalag
bahwa etika ultilitarinisme tidak pernaah menganggap serius suatu tindakan pada
dirinya sendiri dan hanya memperhatikan nilai dari suatu tindakan sejauh kaitan
dengan akibatnya. Padahal, sangat mungkin terjadi suatu tindaakan pada dasarnya
tidak baik, tetapi ternyata mendatangkan keuntungan atau manfaat
c. Etika ultilitarinisme tidk pernah
menganggap serius kemauan atau motivasi baik seseorang.
d. Variable yang dinilai tidaak semuanya
bisa dikuantifikasi. Karena itu sulit mengukur dan membandingkan keuntungan dan
kerugian hanya berdasarkan variable yang ada.
e. Kesulitan dalam menentukan prioritas
mana yang paling diutamakan.
f. Bahwa etika ultilitarinisme membenarkan
hak kelompok minoritas tertentu dikorbankan demi kepentingn mayoritas. Yang
artinya etika ultilitarinisme membenarkan penindasan dan ketidakadilan demi
manfaat yang lebih bagi sekelompok orang.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar