Selasa, 28 Oktober 2014

Etika Bisnis BAB II dan BAB III Kelompok 3

Nama : Novita Diansari ( 15211250 )
Selvia Devy Hartanti ( 16211663 )
Venezia Amanda ( 17211254 )
Kelas : 4EA18
BAB II
BISNIS DAN ETIKA

2.1 Mitos Bisnis Amoral

Bisnis adalah bisnis.Beberapa ungkapan yang sering terdengar yang menggambarkan hubungan antara bisnis dan etika sebagai dua hal yang terpisahsatu sama lain. Itulah ungkapan yang dikemukakan oleh De George yang disebutsebagai Mitos Bisnis Amoral.Ungkapan tersebut menggambarkan dengan jelasanggapan atau keyakinan orang bisnis, sejauh mereka menerima mitos seperti itutentang dirinya, kegiatannya, dan lingkungankerjanya. Secara lebih tepat, mitosbisnis amoral mengungkapkan suatu keyakinan bahwa antara bisnis danmoralitas atau etika tidak ada hubungan sama sekali. Bisnis dan etika adalah duahal yang sangat berbeda dan tidak boleh dicampuradukkan.
Menurutmitosini, karena kegiatan orang bisnis adalah melakukan bisnissebaik mungkin untuk mendapat keuntungan, maka yang menjadi pusatperhatian orang bisnis adalah bagaimana memproduksi, mengedarkan, menjual,dan membeli suatu barang dengan memperoleh keuntungan. Tujuan satu-satunyaadalah mendatangkan keuntungan yang sebesar-besarnya.
Jadi Mitos Bisnis Amoral itu adalah mitos atau ungkapan yang menggambarkan bahwa antara bisnis dengan moralitas atau etika tidak adahubungannya samasekali. Namun mitos ini tidak sepenuhnya benar. Bisadikatakan demikian, karena bagi pebisnis yang menginginkan bisnisnya lancar dan tahan lama, segi materi itu tidaklah cukup untuk menjagasuatubisnistersebut.Dibutuhkansuatupengetahuan, pengalaman yang luas untukdapat memperoleh atau meraih tujuan tersebut. Beberapa perusahaan ternyatabias berhasil karena memegang teguh kode etis dan komitmen moral tertentu.Bisnis juga bagian dari aktivitas yang penting dari masyarakat, sehingganorma atau nilai yang dianggap baik dan berlaku dimasyarakat ikut dibawa sertadalam kegiatan bisnis dan harus dibedakan antara legalitas dan moralitas duniabisnis yang ketat. Perusahaan dapat mengutamakan etika bisnis, yaitu pelakubisnis dituntut menjadi orang yang profesional di bidang usahanya. Yang meliputi kinerja di dalam bisnis, manajemen, kondisi keuangan perusahaan, kinerjaetis, dan etos bisnis yang baik. Perusahaan dapat mengetahui bahwakonsumen adalah raja, dengan ini pihak perusahaan dapat menjaga kepercayaankonsumen, meneliti lebih lanjut lagi terhadap selera dan kemauan konsumenserta menunjukkan citra (image) bisnis yang etis dan baik. Peranpemerintah yang menjamin kepentingan antara hak dan kewajiban bagi semua pihak yang ada dalam pasar terbuka, dengan ini perusahaan harus menjalankan bisnisnyadengan baik dan etis.Perusahaan modern menyadari bahwa karyawan bukanlahtenaga yang harus di eksploitasi demi mencapai keuntungan perusahaan.
Jadidengandemikianbisadisimpulkanbahwa :
Pertama,bisnis memang sering diibaratkan dengan judi bahkan sudahdianggap sebagai semacam judi atau permainan penuh persaingan yang ketat.Tidak sepenuhnya bisnis sama dengan judi atau permainan. Dalam bisnis orang dituntut untuk berani bertaruh, berani mengambl resiko, berani berspekulasi, danberani mengambil langkah atau strategi tertentu untuk bisaberhasil. Namun tidakbias disangkal juga bahwa yang dipertaruhkan dalam bisnis tidak hanyamenyangkut barang atau material. Dalam bisnis orang mempertaruhkan dirinya, nama baiknya, seluruh hidupnya, keluarga, hidup serta nasib manusia padaumumnya. Maka dalam bisnis orang bisnis tidak sekedar main-main, kalaupunitu adalah permainan, ini sebuah permainan penuh perhitungan. Karena itu orang bisnis memang perlu menerapkan cara dan strategi yang tepat untuk bias berhasilkarena taruhan yang besar tadi dan harus diperhitungkan secara matang sehinggatidak sampai merugikan orang atau pihak lain dan agar pada akhirnya juga tidaksampai merugikan dirinya sendiri.
Kedua, dunia bisnis mempunyai aturan main sendiri yang berbeda samasekali dari aturan yang berlaku dalam kehidupan social pada umumnya. Bisnisadalah fenomena modern yang tidak bias dipisahkan dari masyarakat. Bisnisterjadi dan berlangsung dalam  masyarakat. Itu artinya norma atau nilai yang dianggap yang dianggap baik dan berlaku dalam kehidupan pada umumnya mautidak mau dibawa serta dalam kegiatan dan kehidupan bisnis seorang pelakubisnis sebagai manusia.
Ketiga, harus dapat membedakan antara Legalitas dan Moralitas.Legalitas dan Moralitas berkaitan satu sama lain tapi tidak identik. Hukummemang mengandalkan Leglitas dan Moralitas, tetapi tidak semua hokumdengan Legalitas yang baik ada unsure Moralitasnya. Contohnya praktekmonopoli. Maka monopoli adalah praktek yang secara legal diterima dandibenarkan, secara moral praktek ini harus ditentang dan dikutuk, dan memangditentang dan dikutuk oleh masyarakat sebagai praktek yang tidak adil, tidak fair, dan tidak etis. Orang bisnis juga menentang praktek tersebut. Inimenunjukkan bahwa orang bisnis pun sadar dan menuntut perlunya praktekbisnis yang etis, terlepas dari apakah praktek itu didasarkan pada aturan hokumbisnis atau tidak.
Keempat, etika harus dibedakan melalui ilmu empiris. Ilmu empirisdiibaratkan ilmu pasti seperti matematika, suatu kenyataan bias dijadikanpatokan dalam pembuatan keputusan selanjutnya. Namun lain halnya denganetika. Etika memang melihat kenyataan sebagai pengambilan keputusan danperbedaannya terletak pada unsur-unsur pertimbangan lain dalam pengambilankeputusan.
Kelima, gerakan dan aksi seperti lingkungan hidup, konsumen, buruh, wanita, dan semacamnya dengan jelas menunjukkan bahwa masyarkat tetapmengharapkan agar bisnis dijalankan secara etis dengan memperhatikan masalahlingkungan hidup, hak konsumen, hak buruh, hak wanita. Dan sebagai manusia yang bermoral, para pelaku bisnis juga sesungguhnya tidak mau merugikanmasyarakat atau konsumen sebagaimana dia sendiri sebagai konsumen tidakingin dirugikan oleh produsen manapun.
Maka ini semua berarti omong kosong jika dikatakan bisnis tidak punya sangkutpautnya dengan etika.

2.2 Keutamaannya Etika Bisnis

1. Dalam bisnis modern, para pelaku bisnis dituntut untuk menjadi orang-orang profesional di bidangnya. Perusahaan yang unggul bukan hanya memiliki kinerja dalam bisnis,manajerial dan finansial yang baik akan tetapi juga kinerja etis dan etos bisnis yang baik.
2. Dalam persaingan bisnis yang sangat ketat,maka konsumen benar-benar raja Kepercayaan konsumen dijaga dengan memperlihatkan citra bisnis yang baik dan etis.
3. Dalam sistem pasar terbuka dengan peran pemerintah yang menjamin kepentingan dan hak bagi semua pihak, maka perusahaan harus menjalankan bisnisnya dengan baik dan etis



2.3 Sasaran dan Lingkup Etika Bisnis


1. Etika bisnis bertujuan untuk menghimbau pelaku bisnis agar menjalankan bisnisnya secara baik dan etis
2. Untuk menyadarkan masyarakat khususnya konsumen, buruh atau karyawan dan masyarakat luas akan hak dan kepentingan mereka yang tidak boleh dilanggar oleh praktek bisnis siapapun juga
3. Etika bisnis juga berbicara mengenai sistem ekonomi yang sangat menentukan etis tidaknya suatu praktek bisnis

2.4 Prinsip-Prinsip Etika Bisnis

1. Prinsip otonomi
Otonomi adalah sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadaran sendiri tentang apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan.
2. Prinsip Kejujuran
a. Kejujuran dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan kontrak
b. Kejujuran dalam penawaran barang dan jasa dengan mutu dan harga sebanding
c. Kejujuran dalam hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan
3. Prinsip Keadilan
Prinsip keadilan menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama sesuai dengan aturan yang adil dan sesuai dengan kriteria yang rasional objektif dan dapat dipertanggung jawabkan

2.5 Prinsip Utama Etika Bisnis
Pertama, Kejujuran. Ini ad alah landasan dari kepercayaan, kepercayaan adalah landasan dari bisnis yang sehat. Salah satu figure yang jelas adalah Nabi Muhammad SAW yang menjadi pedagang yang maju karena menjunjung tinggi kejujuran.
“Memang ada kalanya ketidakjujuran menghasilkan keuntungan, namun hanya sesaat, tidak bisa terus-menerus, maka kejujuran dan kepercayaan adalah yang utama,” ujar Boediono.
Kedua, taat kepada hukum dan aturan di suatu negara. Ini perlu dipenuhi, salah satunya adalah membayar pajak. Ketiga, bersedia untuk berbagi. Meski ada persaingan, tidak berarti harus saling menuduh. Menang dalam bisnis, bukan berarti membunuh lawan.
“Menang untuk mendapatkan sesuatu. Memang kalau sudah saling membunuh, lingkungannya lain. Kompetisi yang sehat contohnya adalah olahraga. Kalau kalah, kalau diikuti sebenarnya adalah sama-sama mendapatkan kemenangan dalam kompetisi yang sehat,” ungkap Boediono.
Keempat, menjaga lingkungan hidup. Jika pebisnis peduli pada bisnisnya, maka mereka harus peduli pada lingkungan dan masyarakat di sekitarnya. Sebab itu menyangkut generasi yang akan datang. “Terakhir adalah CSR (Tanggung jawab perusahaan kepada masyarakat) untuk memberikan manfaat kepada masyarakat sekelilingnya,” ujar Boediono.

2.6 Etos Kerja
Menurut Gregory (2003) sejarah membuktikan negara yang dewasa ini menjadi negara maju, dan terus berpacu dengan teknologi/informasi tinggi pada dasarnya dimulai dengan suatu etos kerja yang sangat kuat untuk berhasil. Maka tidak dapat diabaikan etos kerja merupakan bagian yang patut menjadi perhatian dalam keberhasilan suatu perusahaan, perusahaan besar dan terkenal telah membuktikan bahwa etos kerja yang militan menjadi salah satu dampak keberhasilan perusahaannya. Etos kerja seseorang erat kaitannya dengan kepribadian, perilaku, dan karakternya. Setiap orang memiliki internal being yang merumuskan siapa dia. Selanjutnya internal being menetapkan respon, atau reaksi terhadap tuntutan external. Respon internal being terhadap tuntutan external dunia kerja menetapkan etos kerja seseorang (Siregar, 2000 : 25)
Etos berasal dari bahasa yunani ethos yakni karakter, cara hidup, kebiasaan seseorang, motivasiatau tujuan moral seseorang serta pandangan dunia mereka, yakni gambaran, cara bertindak ataupun gagasan yang paling komprehensif mengenai tatanan. Dengan kata lain etos adalah aspek evaluatif sebagai sikap mendasar terhadap diri dan dunia mereka yang direfleksikan dalam kehidupannya (Khasanah, 2004:8).
Menurut Geertz (1982:3) Etos adalah sikap yang mendasar terhadap diri dan dunia yang dipancarkan hidup. Sikap disini digambarkan sebagai prinsip masing-masing individu yang sudah menjadi keyakinannya dalam mengambil keputusan .

Menurut kamus Webster, etos didefinisikan sebagai keyakinan yang berfungsi sebagai panduan tingkah laku bagi seseorang, sekelompok, atau sebuah institusi (guiding beliefs of a person, group or institution).
Menurut Usman Pelly (1992:12), etos kerja adalah sikap yang muncul atas kehendak dan kesadaran sendiri yang didasari oleh sistem orientasi nilai budaya terhadap kerja. Dapat dilihat dari pernyataan di muka bahwa etos kerja mempunyai dasar dari nilai budaya, yang mana dari nilai budaya itulah yang membentuk etos kerja masing-masing pribadi.

Etos kerja dapat diartikan sebagai konsep tentang kerja atau paradigma kerja yang diyakini oleh seseorang atau sekelompok orang sebagai baik dan benar yang diwujudnyatakan melalui perilaku kerja mereka secara khas (Sinamo, 2003,2).
Menurut Toto Tasmara, (2002) Etos kerja adalah totalitas kepribadian dirinya serta caranya mengekspresikan, memandang, meyakini dan memberikan makna ada sesuatu, yang mendorong dirinya untuk bertindak dan meraih amal yang optimal sehingga pola hubungan antara manusia dengan dirinya dan antara manusia dengan makhluk lainnya dapat terjalin dengan baik. Etos kerja berhubungan dengan beberapa hal penting seperti:
a. Orientasi ke masa depan, yaitu segala sesuatu direncanakan dengan baik, baik waktu, kondisi untuk ke depan agar lebih baik dari kemarin.
b. Menghargai waktu dengan adanya disiplin waktu merupakan hal yang sangat penting guna efesien dan efektivitas bekerja.
c. Tanggung jawab, yaitu memberikan asumsi bahwa pekerjaan yang dilakukan merupakan sesuatu yang harus dikerjakan dengan ketekunan dan kesungguhan.
d. Hemat dan sederhana, yaitu sesuatu yang berbeda dengan hidup boros, sehingga bagaimana pengeluaran itu bermanfaat untuk kedepan.
e. Persaingan sehat, yaitu dengan memacu diri agar pekerjaan yang dilakukan tidak mudah patah semangat dan menambah kreativitas diri.
Secara umum, etos kerja berfungsi sebagai alat penggerak tetap perbuatan dan kegiatan individu sebagai seorang pengusaha atau manajer. Menurut A. Tabrani Rusyan, (1989) fungsi etos kerja adalah:
(a) pendorang timbulnya perbuatan
(b) penggairah dalam aktivitas
(c) penggerak, seperti; mesin bagi mobil, maka besar kecilnya motivasi yang akan menentukan cepat lambatnya suatu perbuatan.

Cara Menumbuhkan Etos Kerja :

1. Menumbuhkan sikap optimis :
- Mengembangkan semangat dalam diri
- Peliharalah sikap optimis yang telah dipunyai
- Motivasi diri untuk bekerja lebih maju
2. Jadilah diri anda sendiri :
- Lepaskan impian
- Raihlah cita-cita yang anda harapkan
3. Keberanian untuk memulai :
- Jangan buang waktu dengan bermimpi
- Jangan takut untuk gagal
- Merubah kegagalan menjadi sukses
4. Kerja dan waktu :
- Menghargai waktu (tidak akan pernah ada ulangan waktu)
- Jangan cepat merasa puas
5. Kosentrasikan diri pada pekerjaan :
- Latihan berkonsentrasi
- Perlunya beristirahat
6. Bekerja adalah sebuah panggilan Tuhan(Khasanah, 2004)
Aspek Kecerdasan yang Perlu Dibina dalam Diri, untuk Meningkatkan Etos Kerja :
1. Kesadaran : keadaan mengerti akan pekerjaanya.
2. Semangat : keinginan untuk bekerja.
3. Kemauan : apa yang diinginkan atau keinginan, kehendak dalam bekerja.
4. Komitmen : perjanjian untuk melaksanakan pekerjaan (janji dalam bekerja).
5. Inisiatif : usaha mula-mula, prakarsa dalam bekerja.
6. Produktif : banyak menghasilkan sesuatu bagi perusahaan.
7. Peningkatan : proses, cara atau perbuatan meningkatkan usaha, kegiatan dan sebagainya dalam bekerja.
8. Wawasan : konsepsi atau cara pandang tentang bekerja.(Siregar, 2000, p.24)

2.7 Realisasi Moral Bisnis
Tiga pandangan yang dianut, yaitu:
a. Norma etis berbeda antara satu tempat dengan tempat yang lain.
b. Norma sendirilah yang paling benar dan tepat.
c. Tidak ada norma moral yang perlu diikuti sama sekali.

2.8 Pendekatan-Pendekatan Stockholder
a. Kelompok primer
Yaitu pemilik modal, saham, kreditor, karyawan, pemasok, konsumen, penyalur dan pesaing atau rekanan.

b. Kelompok Sekunder
Yaitu pemerintah setempat, pemerintah asing, kelompok social, media massa, kelompok pendukung, dan masyarakat



BAB III
ETIKA UTILITARIANISME DALAM BISNIS

3.1.    Kriteria dan Prinsip Etika Utilitarianisme
            Ada tiga kriteria objektif dijadikan dasar objektif sekaligus norma untuk menilai kebijaksanaan atau tindakan.
a.       Manfaat : bahwa kebijkaan atau tindakan tertentu dapat mandatangkan manfaat atau kegunaan tertentu.
b.      Manfaat terbesar : sama halnya seperti yang di atas, mendatangkan manfaat yang lebih besar dalam situasi yang lebih besar. Tujuannya meminimisasikan kerugian sekecil mungkin.
c.       Pertanyaan mengenai menfaat : manfatnya untuk siapa? Saya, dia, mereka atau kita.
Kriteria yang sekaligus menjadi pegangan objektif etika Utilitarianisme adalah manfaat terbesar bagi sebanyak mungkin orang.
            Dengan kata lain, kebijakan atau tindakan yang baik dan tepat dari segi etis menurut Utilitarianisme adalah kebijakan atau tindakan yang membawa manfaat terbesar bagi sebanyak mungkin orang atau tindakan yang memberika kerugian bagi sekecil orang / kelompok tertentu.
            Atas dasar ketiga Kriteria tersebut, etika utilitarianisme memiliki tiga pegangan yaitu:
1.      Tindakan yang baik dan tepat secara moral
2.      Tindakan yang bermanfaat besar
3.      Manfaat yang paling besar untuk paling banyak orang.
            Dari ketiga prinsip di atas dapat dirumuskan sebagai berikut :
“Bertindaklah sedemikian rupa, sehingga tindakan itu mendatangkan keuntungan sebesar mungkin bagi sebanyak orang mungkin”.

3.2.    Nilai Positif Etika Utilitarianisme
a.       Rasionlitasnya
Prinsip moral yang diajukan oleh etika ultilitarinisme tidak didasarakan pada          aturan – aturan kaku yang mungkin tidak kita pahami.
b.      Universalitas
Mengutamakan manfaat atau akibat baik dari suatu tindakan bagi banyak orang     yang melakukan tindakan itu.
            Dasar pemikirannya adalah bahwa kepentingan orang sama bobotnya. Artinya yang baik bagi saya, yang baik juga bagi orang lain.Will Kymlicka, menegaskan bahwa etika ultilitarinisme mempunyai 2 daya tarik yaitu :
a.       Etika utilitarinisme sejalan dengan instuisi moral semua manusia bahwa kesejahterahan manusi adalah yang paling pokok bagi etika dan moralitas
b.      Etika ultilitarinisme sejalan dengan instuisi kita bahwa semua kaidah moral dan tujuan tindakan manusia harus dipertimbangkan, dinilai dn diuji berdsarkan akibatnya bagi kesejahterahan manusia.

3.3.    Utilitarianisme Sebagai Proses dan Standar Penilaian
            Etika ultilitarianisme juga dipakai sebagai standar penilaian bagi tindakan atau kebijakan yang telah dilakukan. Keriteria – keriteria di atas dipakai sebagai penilai untuk mengetahui apakah tindakan atau kebijakan itu baik atau tidk untuk dijalankan. Yang paling pokok adalah tindakan atau kebijakan yang telah terjadi berdasarkan akibat dan konsekuensinya yaitu sejauh mana ia menghasilkan hasil terbaik bagi banyak orang.
Sebagai penilaian atas tindakan atau kebijakasanaan yang sudah terjadi, criteria etika ultilitarinisme dapat juga sekligus berfungsi sebagai sasaran atau tujuan ketika kebijaksanaan atau program tertentu yng telah dijalankan itu akan direvisi.

3.4.    Analisa Keuntungan dan Kerugian
            Etika ultilitarinisme sangat cocok dipakai untuk membuat perencanaan dan evaluasi bagi tindakan atau kebijakan yang berkaitan dengan orang banyak. Dipakai secara sadar atau tidaak sadar dalam bidang ekonomi, social, politik yang menyangkut kepentinagan orang banyak.

3.5.    Kelemahan Etika Utilitarianisme
a.       Manfaat merupakan sebuah konsep yang begitu luas sehingga dalam praktiknya malah menimbulkan kesulitan yang tidak sedikit. Kaarena manfaat manusia berbeda yang 1 dengan yanag lainnya.
b.      Persoalan klasik yang lebih filosofis adalag bahwa etika ultilitarinisme tidak pernaah menganggap serius suatu tindakan pada dirinya sendiri dan hanya memperhatikan nilai dari suatu tindakan sejauh kaitan dengan akibatnya. Padahal, sangat mungkin terjadi suatu tindaakan pada dasarnya tidak baik, tetapi ternyata mendatangkan keuntungan atau manfaat
c.       Etika ultilitarinisme tidk pernah menganggap serius kemauan atau motivasi baik seseorang.
d.      Variable yang dinilai tidaak semuanya bisa dikuantifikasi. Karena itu sulit mengukur dan membandingkan keuntungan dan kerugian hanya berdasarkan variable yang ada.
e.       Kesulitan dalam menentukan prioritas mana yang paling diutamakan.
f.       Bahwa etika ultilitarinisme membenarkan hak kelompok minoritas tertentu dikorbankan demi kepentingn mayoritas. Yang artinya etika ultilitarinisme membenarkan penindasan dan ketidakadilan demi manfaat yang lebih bagi sekelompok orang.

Sumber :



Kamis, 23 Oktober 2014

Contoh Kasus Tanggung Jawab Moral, Sosial, dan Keterlibatan Sosial Perusahaan

BAB VII
KASUS – KASUS ARAHAN DOSEN

7.1.      Contoh Kasus Tanggung Jawab Moral
Contoh kasus enron & KAP Arthur Anderse. Enron, suatu perusahaan yang menduduki ranking tujuh dari lima ratus perusahaan terkemuka di Amerika Serikat dan merupakan perusahaan energi terbesar di AS jatuh bangkrut dengan meninggalkan hutang hampir sebesar US $ 31.2 milyar. Dalam kasus Enron diketahui terjadinya perilaku moral hazard (perilaku jahat) : diantaranya manipulasi laporan keuangan dengan mencatat keuntungan 600 juta Dollar AS padahal perusahaan mengalami kerugian. Manipulasi keuntungan disebabkan keinginan perusahaan agar saham tetap diminati para investor, kasus memalukan ini konon ikut melibatkan orang dalam gedung putih, termasuk wakil presiden Amerika Serikat.’
7.2.         Contoh Kasus Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan harus mematuhi aturan-aturan hukum dan adat yang berlaku disekitarnya. Kembali lagi seperti yang terjadi di kasus PT Preefort karena kurangnya tanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat sekitar maka terjadilah kecemburuan sosial. Masyarakat sekitar beranggapan bahwa PT preefort hanya mengeruk kekayaan alam di daerah mereka  tanpa memperhatikan kesejahteraan mereka, salah satunya penyebab kecemburuan sosial tersebut  adalah karyawan preefort rata – rata di rekrut dari luar Papua yang pada akhirnya mereka memutuskan melakukan suatu tindakan anarkis dengan membunuh para personil TNI yang bertugas menjaga keamanan PT Freeport tersebut.
7.3.         Contoh Kasus Keterlibatan Sosial Perusahaan
Tanggung jawab sosial perusahaan merupakaan suatu topik etika bisnis yang sangat menarik dan banyak  di bicarakan, karena menimbulkan perdebatan yang seru baik pada tingkat filosofis, teoritis maupun praktis antara perusahaan dengan pihak eksternal (masyarakat dan pemerintah). Salah satu contoh dari kasus ini adalah perusahaan freeport dengan masyarakat sekitar terutama suku Timika(di Papua), karena kurangnya tanggung jawab sosial perusahaan, menyebabkan konflik yang berkepanjangan yang sekarang akhirnya sudah di selesaikan.




Rabu, 22 Oktober 2014

BAB 5 TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN dan BAB 6 KEADILAN DALAM BISNIS

Nama : Novita Diansari ( 15211250 )
             Selvia Devy Hartanti ( 16211663 )
             Venezia Amanda ( 17211254 )
Kelas : 4EA18


BAB 5
TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN


Tanggung jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social  Responsibility (selanjutnya dalam artikel akan disingkat CSR) adalah suatu konsep bahwa organisasi, khususnya (namun bukan hanya) perusahaan adalah memiliki berbagai bentuk tanggung jawab terhadap seluruh pemangku kepentingannya, yang di antaranya adalah konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan yang mencakup aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Oleh karena itu, CSR berhubungan erat dengan "pembangunan berkelanjutan", di mana suatu organisasi, terutama perusahaan, dalam melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya tidak semata berdasarkan dampaknya dalam aspek ekonomi, misalnya tingkat keuntungan atau deviden, melainkan juga harus menimbang dampak sosial dan lingkungan yang timbul dari keputusannya itu, baik untuk jangka pendek maupun untuk jangka yang lebih panjang. Dengan pengertian tersebut, CSR dapat dikatakan sebagai kontribusi perusahaan terhadap tujuan pembangunan berkelanjutan dengan cara manajemen dampak (minimisasi dampak negatif dan maksimisasi dampak positif) terhadap seluruh pemangku kepentingannya.




1.                  Syarat bagi Tanggung Jawab Moral

Ada tiga syarat penting bagi tanggung jawab moral. Pertama, tanggung jawab mengandaikan bahwa suatu tindakan dilakukan dengan sadar dan tahu. Tanggung jawab hanya bisa dituntut dari seseorang kalau ia bertindak dengan sadar dan tahu mengenai tindakannya itu serta konsekuensi dari tindakannya.
·                     Syarat pertama bagi tanggung jawab moral atas suatu tindakan adalah bahwa tindakan itu dijalankan oleh pribadi yang rasional. Pribadi yang kemampuan akal budinya sudah matang dan dapat berfungsi secara normal. Pribadi itu paham betul akan apa yang dilakukannya.
           
·                     Kedua, tanggung jawab juga mengandaikan adanya kebebasan pada tempat pertama. Artinya, tanggung jawab hanya mungkin relevan dan dituntut dari seseorang atas tindakannya, kalau tindakannya itu dilakukan secara bebas dan buakan dalam keadaan dipaksa atau terpaksa.

·                     Ketiga, tanggung jawab juga mensyaratkan bahwa orang yang melakukan tindakan tertentu memang mau melakukan tindakan itu. Ia sendiri mau dan bersedia melakukan tindakan tersebut.
           
Berdasarkan ketiga syarat diatas, dapat disimpulkan bahwa hanya orng yang berakal budi dan punya kemauan bebas yang bisa bertanggung jawab atas tindakannya, dan karena itu relevan untuk menuntut pertanggungjawaban moral darinya.


2.                  Status Perusahaan

Perusahaan adalah sebuah badan hukum. Artinya, perusahaan dibentuk berdasarkan hukum tertentu dan disahkan dengan hukum atau legal tertentu. Karena itu, keberadaannya dijamin dan sah menurut hukum tertentu. Itu berarti perusahaan adal;ah bentukan manusia, yang eksistensinya diikat berdasarkan aturan hukum yang sah.
Sebagai badan hukum, perusahaan mempunyai hak-hak legal tertentu sebagaimana dimiliki oleh manusia. Misalnya, hak milik pribadi, hak paten, hak atas merek tertentu, dsb. Sejalan dengan itu, perusahaan juga mempunyai kewajiban legal untuk menghormati hak legal perusahaan lain. Sebagai badan hukum perusahaan mempunyai  hak dan kewajiban legal, tapi tidak dengan sendirinya berarti perusahaan juga mempunyai hak dan kewajiban moral. 
De George secara khusus membedakan dua macam pandangan mengenai status perusahaan.

                    i.Legal-creator
            Melihat perusahaan sebagai sepenuhnya ciptaan hukum, dan karena itu ada hanya berdasarkan hukum. Menurut pandangan ini, perusahaan diciptakan oleh negara dan tidak mungkin ada tanpa negara.

                  ii.Legal-recognition
Tidak memusatkan perhatian pada status legal perusahaan melainkan pada perusahaan sebagai suatu usaha bebas dan produktiif. Menurut pandangan ini, perusahaan terbentuk oleh orang atau kelompok orang tertentu untuk melakukan kegiatan tertentu dengan cara tertentu secara bebas demi kepentingan orang atau orang-orang tadi.

Karena, menurut pandangan kedua, perusahaan bukan bentukan negara atau masyarakat, maka perusahaan menetapkan sendiri tujuannya dan beroprasi sedemikian rupa untuk mencapai tujuannya itu. 
Dari sudut pandang pertama pun kegiatan perusahaan dapat dibatasi, yakni ketika perusahaan merugikan kepentingan masyarakat. Tapi itu pun hanya sebatas tindakan legal. Secara lebih tegas itu berarti, berdasarkan pemahan mengenai status perusahaan diatas, jelas bahwa perusahaan tidak punya tanggung jawab moral dan sosial.

Pertama, karena perusahaan bukanlah moral person yang punya akal budi dan kemauan bebas dalam bertindak. Kedua, dalam kaitan dengan pandangan legal-recognition, perusahaan dibangun oleh orang atau kelompok orang tertentu untuk kepentingannya dan bukan untuk melayani kepentingan masyarakat. Karena itu, pada dasarnya perusahaan tidak punya tanggung jawab moral dan sosial.
Milton Friedman mengatakan bahwa suatu perusahaan adalah pribadi artifisial dan dalam pengertian ini mungkin saja mempunyai tanggung jawab artifisial.Tetapi bisnis secara keseluruhan tidak bisa dianggap mempunyai tanggung jawab.

Kedua, ada benarnya bahwa tanggung jawab moral dan sosial tidak bisa diwakilkan dan diwakili oleh orang lain. Tanggung jawab moral pada dasarnya bersifat pribadi dan tak tergantikan. Tanggung jawab moral dan sosial bersifat pribadi dan, karena itu hanya orang yang bersangkutan yang bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya.
           
Ketiga, dalam arti tertentu tanggung jawab legal tidak bisa dipisahkan dari tanggung jawab moral dan sosial. Pada tingkat operasional tanggung jawab sosial dan moral diwakili secara formal oleh staf manajemen. Karena seluruh keputusan dan kegiatan bisnis perusahaan ada ditangan manajer, maka pada tempatnya tanggung jawab sosial dan moral perusahaan juga dipikul oleh mereka.


3.      Lingkup Tanggung Jawab Sosial 

Pertama harus dikatakan bahwa tanggung jawab sosial menunjukkan kepedulian perusahaan terhadap kepentingan pihak-pihak lain secara lebih luas daripada terhadap kepentingan perusahaan belaka.
Dengan demikian, dengan konsep tanggung jawab sosial dan moral perusahaan mau dikatakan bahwa suatu perusahaan harus bertanggung jawab atas tindakan dari bisnisnya yang mempunyai mempunyai pengaruh atas orang-orang tertentu, masyarakat serta lingkungan tempat perusahaan tersebut beroperasi.


4.      Argumen yang Mendukung Perlunya Keterlibatan Sosial Perusahaan

a.       Tujuan utama bisnis adalah mengejar keuntungan sebesar-besarnya

Argumen paling keras yang menentang keterlibatan perusahaan dalam berbagai kegiatan sosial sebagai wujud tanggung jawab sosial perusahaan adalah paham dasar bahwa tujuan utama, bahkan stu-satunya, dari kegiatan dari kegiatan bisnis adalah mengejar keuntungan sebesar besarnya.

  

b.      Tujuan yang tebagi-bagi dan harapan yang membingungkan
  
Keterlibatan sosial sebagai wujud tanggung jawab sosial perusahaan akan menimbulkan minat dan perhatian yang bermacam macam, yang pada akhirnya akan mengalihkan, bahkan mengacaukan perhatian para pimpinan perusahaan. Ini pada gilirannya akan membingungkan mereka dalam menjalankan perusahaan tersebut.

c.       Biaya keterlibatan sosial

Keterlibatan sosial sebagai wujud dari tanggung jawab sosial perusahaan malah dianggap memberatkan masyarakat. Alasannya, biaya yang digunakan untuk keterlibatan sosial perusahaan itu bukan biaya yang disediakan oleh perusahaan itu, melainkan merupakan biaya yang telah diperhitungkan sebagai salah satu komponen dalam harga barang dan jasa yang ditawarkan dalam pasar ini berarti pada akhirnya yang akan menanggung biaya dari keterlibatan sosial perusahaan tersebut adalah masyarakat khususnya konsumen dan bukan perusahaan tersebut.

d.      Kurangnya tenaga terampil dibidang kegiatan sosial
            Dikatakan bahwa para pemimpin perusahaan tidak profesional dalam membuat pilihan dan keputusan moral. Mereka hanya profesional dalam bidang bisnis dan ekonomi. Karena itu, perusahaan tidak punya tenaga terampil yang siap untuk melakukan kegiatan sosial tertentu.


5.         Argumen yang Mendukung Perlunya Keterlibatan Sosial Perusahaan

a. Kebutuhan dan harapan masyarakat yang semakin berubah
Setiap kegiatan bisnis dimaksudkan untuk mendatangkan keuntungan. Ini tidak bisa disangkal. Namun dalam masyarakat yang semakin berubah, kebutuhan dan harapan masyarakat terhadap bisnis pun ikut berubah. Karena itu, untuk bisa bertahan dan berhasil dalam persaingan bisnis modern yang ketat ini, para pelaku bisnis semakin menyadari bahwaa mereka tidak bisa begitu saja hanya memusatkan perhatian pada upaya mendatngkan keuntungan sebesar-besarnya.

b. Terbatasnya sumber daya alam
Argumen ini didasarkan pada kenyataan bahwa bumi kita ini mempunyai sumber daya alam yang terbatas. Bisnis justru berlangsung dalam kenyataan ini, dengan berupaya memanfaatkan secara bertanggung jawab dan bijaksana sumber daya yang terbatas itu demi memenuhi kebutuhan manusia. Maka, bisnis diharapkan untuk tidak hanya mengeksploitasi sumber daya alam yang terbatas itu demi keuntungan ekonomis, melainkan juga ikut melakukan kegiatan sosial tertentu yang terutama bertujuan untuk memelihara sumber daya alam.

c. Lingkungan sosial yang lebih baik
Bisnis berlangsung dalam suatu lingkungan sosial yang mendukung kelangsungan dan keberhasilan bisnis itu untuk masa yang panjang. Ini punya implikasi etis bahwa bisnis mempunyai kewajiban dan tanggung jawab moral dan sosial untuk memperbaiki lingkungan sosialnya kea rah yang lebih baik.

d. Pertimbangan tanggung jawab dan kekuasaan
Keterlibatan sosial khususnya, maupun tanggung jawab sosial perusahaan secara keseluruhan, juga dilihat sebagai suatu pengimbang bagi kekuasaan bisnis modern yang semakin raksasa dewasa ini. Alasannya, bisnis mempunyai kekuasaan sosial yang sangat besar.

e. Bisnis mempunyai sumber-sumber daya yang berguna
Argumen ini akan mengatakan bahwa bisnis atau perusahaan sesungguhnya mempunyai sumber daya yang sangat potensial dan berguna bagi masyarakat. Perusahaan tidak hanya punya dana, melainkan juga tenaga professional dalam segala bidang yang dapat dimanfaatkan atau dapat disumbangkan bagi kepentingan kemajuan masyarakat .

f. Keuntungan jangka panjang
Argumen ini akan menunjukkan bahwa bagi perusahaan, tanggung jawab sosial secara keseluruhan, termasuk keterlibatan perusahaan dalam berbagai kegiatan sosial merupakan suatu nilai yang sangat positif bagi perkembangan dan kelangsungan pengusaha itu dalam jangka panjang.

6.         Implementasi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Prinsip utama dalam suatu organisasi profesional, termasuk perusahaan, adalah bahwa struktur mengikuti strategi. Artinya, struktur suatu organisasi didasarkan dan ditentukan oleh strategi dari organisasi atau perusahaan itu.
Strategi umumnya menetapkan dan menggariskan arah yang akan ditempuh oleh perusahaan dalam menjalankan kegiatan bisnisnya demi mencapai tujuan dan misi sesuai dengan nilai yang dianut perusahaan itu.
  


BAB 6
KEADILAN DALAM BISNIS


1.    Paham Tradisional mengenai Keadilan

a.       Keadilan Legal
Menyangkut hubungan antara individu atau kelompok masyarakat dengan negara. Intinya adalah semua orang atau kelompok masyarakat diperlakukan secara sama oleh negara di hadapan hukum.

b.      Keadilan Komutatif
Mengatur hubungan yang adil atau fair antara orang yang satu dengan yang lain atau warga negara satu dengan warga negara lainnya. Menuntut agar dalam interaksi sosial antara warga satu dengan yang lainnya tidak boleh ada pihak yang dirugikan hak dan kepentingannya. Jika diterapkan dalam bisnis, berarti relasi bisnis dagang harus terjalin dlm hubungan yang setara dan seimbang antara pihak yang satu dengan lainnya.

c.       Keadilan Distributif
Keadilan distributif (keadilan ekonomi) adalah distribusi ekonomi yang merata atau yang dianggap merata bagi semua warga negara. Menyangkut pembagian kekayaan ekonomi atau hasil-hasil pembangunan. Keadilan distributif juga berkaitan dengan prinsip perlakuan yang sama sesuai dengan aturan dan ketentuan dalam perusahaan yang juga adil dan baik.

2.     Keadilan Individual dan Struktural

Keadilan dan upaya menegakkan keadilan menyangkut aspek lebih luas berupa penciptaan sistem yang mendukung terwujudnya keadilan tersebut. Prinsip keadilan legal berupa perlakuan yang sama terhadap setiap orang bukan lagi soal orang per orang, melainkan menyangkut sistem dan struktur sosial politik secara keseluruhan. Untuk bisa menegakkan keadilan legal, dibutuhkan sistem sosial politik yang memang mewadahi dan memberi tempat bagi tegaknya keadilan legal tersebut, termasuk dalam bidang bisnis. Dalam bisnis, pimpinan perusahaan manapun yang melakukan diskriminasi tanpa dasar yang bisa dipertanggungjawabkan secara legal dan moral harus ditindak demi menegakkan sebuah sistem organisasi perusahaan yang memang menganggap serius prinsip perlakuan yang sama, fair atau adil ini.


3.     Teori Keadilan Adam Smith

a)      Prinsip No Harm
Yaitu prinsip tidak merugikan orang lain, khususnya tidak merugikan hak dan kepentingan orang lain. Prinsip ini menuntuk agar dlm interaksi sosial apapun setiap orang harus menahan dirinya untuk tidak sampai merugikan hak dan kepentingan orang lain, sebagaimana ia sendiri tidak mau agar hak dan kepentingannya dirugikan oleh siapapun. Dalam bisnis, tidak boleh ada pihak yg dirugikan hak dan kepentingannya, entah sbg konsumen, pemasok, penyalur, karyawan, investor, maupun masyarakat luas.

b)      Prinsip Non-Intervention
Yaitu prinsip tidak ikut campur tangan. Prinsip ini menuntut agar demi jaminan dan penghargaan atas hak dan kepentingan setiap orang, tidak seorangpun diperkenankan untuk ikut campur tangan dlm kehidupan dan kegiatan orang lain Campur tangan dlm bentuk apapun akan merupakan pelanggaran thd hak orang ttt yang merupakan suatu harm (kerugian) dan itu berarti telah terjadi ketidakadilan. Dalam hubungan antara pemerintah dan rakyat, pemerintah tidak diperkenankan ikut campur tangan dalam kehidupan pribadi setiap warga negara tanpa alasan yg dpt diterima, dan campur tangan pemerintah akan dianggap sbg pelanggaran keadilan. Dalam bidang ekonomi, campur tangan pemerintah dlm urusan bisnis setiap warga negara tanpa alasan yg sah akan dianggap sbg tindakah tidak adil dan merupakan pelanggran atas hak individu tsb, khususnya hak atas kebebasan.

c)       Prinsip Keadilan Tukar
Atau prinsip pertukaran dagang yang fair, terutama terwujud dan terungkap dlm mekanisme harga pasar. Merupakan penerapan lebih lanjut dari no harm secara khusus dalam pertukaran dagang antara satu pihak dengan pihal lain dalam pasar. Adam Smith membedakan antara harga alamiah dan harga pasar atau harga aktual. Harga alamiah adalah harga yg mencerminkan biaya produksi yg telah dikeluarkan oleh produsen, yang terdiri dari tiga komponen yaitu biaya buruh, keuntungan pemilik modal, dan sewa. Harga pasar atau harga aktual adl harga yg aktual ditawarkan dan dibayar dalam transaksi dagang di dalam pasar. Kalau suatu barang dijual dan dibeli pada tingkat harga alamiah, itu berarti barang tersebut dijual dan dibeli pada tingkat harga yang adil. Pada tingkat harga itu baik produsen maupun konsumen sama-sama untung. Harga alamiah mengungkapkan kedudukan yang setara dan seimbang antara produsen dan konsumen karena apa yang dikeluarkan masing-masing dapat kembali (produsen: dalam bentuk harga yang diterimanya, konsumen: dalam bentuk barang yang diperolehnya), maka keadilan nilai tukar benar-benar terjadi. Dalam jangka panjang, melalui mekanisme pasar yang kompetitif, harga pasar akan berfluktuasi sedemikian rupa di sekitar harga alamiah sehingga akan melahirkan sebuah titik ekuilibrium yang menggambarkan kesetaraan posisi produsen dan konsumen. Dalam pasar bebas yang kompetitif, semakin langka barang dan jasa yang ditawarkan dan sebaliknya semakin banyak permintaan, harga akan semakin naik. Pada titik ini produsen akan lebih diuntungkan sementara konsumen lebih dirugikan. Namun karena harga naik, semakin banyak produsen yang tertarik untuk masuk ke bidang industri tersebut, yang menyebabkan penawaran berlimpah dengan akibat harga menurun. Maka konsumen menjadi diuntungkan sementara produsen dirugikan.

4.     Teori Keadilan Distrbutif John Rawls

Pasar memberi kebebasan dan peluang yg sama bagi semua pelaku ekonomi. Kebebasan adalah nilai dan salah satu hak asasi paling penting yg dimiliki oleh manusia, dan ini dijamin oleh sistem ekonomi pasar. Pasar memberi peluang bagi penentuan diri manusia sbg makhluk yg bebas. Ekonomi pasar menjamin kebebasan yg sama dan kesempatan yg fair.

Prinsip-prinsip Keadilan Distributif Rawls, meliputi:

1)      Prinsip Kebebasan yg sama.
Setiap orang hrs mempunyai hak yg sma atas sistem kebebasan dasar yg sama yg paling luas sesuai dg sistem kebebasan serupa bagi semua. Keadilan menuntut agar semua orang diakui, dihargai, dan dijamin haknya atas kebebasan scr sama.

2)      Prinsip Perbedaan (Difference Principle).
Bahwa ketidaksamaan sosial dan ekonomi harus diatur sedemikian rupa shg ketidaksamaan tsb: a. Menguntungkan mereka yg paling kurang beruntung; dan b. Sesuai dengan tugas dan kedudukan yg terbuka bagi semua di bawah kondisi persamaan kesempatan yg sama.
Jalan keluar utama utk memecahkan ketidakadilan distribusi ekonomi oleh pasar adalah dg mengatur sistem dan struktur sosial agar terutama menguntungkan kelompok yg tdk beruntung.

Sumber :